Kamis, 12 Februari 2015

Teori menulisku


Sebagai seorang perempuan dengan golongan darah A sejati, hehehe, saya selalu membuat persiapan dulu sebelum bergerak, makin detail makin bagus.
Termasuk dalam menulis.

Terhitung dalam dua tahun ini saya sudah mengikuti empat kelas menulis online. Dua untuk buku/cerita anak, dan dua untuk novel dan cerpen remaja.

Seharusnya saya sudah menerbitkan empat naskah kan ya?
Kenyataannya belum, semua masih dalam draft kasar.

Ih kok bisa siiiih?
Ya bisa dong! *nyengir*



Sebenarnya salahnya di mana, kok nggak kelar-kelar naskahnya?
Kelas onlinenya? Oh jelas bukan, di semua kelas yang saya ikuti itu, selalu dibagikan banyak sekali materi tentang kepenulisan yang bermanfaat.

Salahnya di saya, setelah menerima ilmu, nggak saya gunakan.
Malah cari ilmu di tempat lain dan berharap ilmu berikutnya lebih mempermudah naskah saya selesai.

Well, duh,
enggak.

Bukan berarti kelas-kelas itu nggak boleh diikutin, boleh banget.
Banyak tips dan saran yang membantu kita menulis.
Syarat utamanya, ya kita harus menulis *nyengir*

Saya pernah baca timeline facebook teman, beliau ini produktif sekali menulisnya, setiap bulan pasti ada ceritanya yang diterbitkan majalah. Dia juga mengadakan kelas menulis yang berfokus pada praktek.

Wah, ini kelas yang bagus, pikir saya. Tapi sampai sekarang saya belum ikutan. Karena jujur, agak tertekan juga ya diberikan deadline sedemikian banyak untuk peer dalam kelas tersebut.

Bukannya nggak bagus, tapi kok rasanya...nyesek...buat saya menulis adalah pelepasan dari tekanan yang nggak bisa saya luapkan di kehidupan nyata, hal yang sangat menyenangkan dan membuat saya....bebas...

Jadilah saya unfollow dahulu agar tidak merasa tertekan dengan status-status keberhasilannya menembus media (bukan unfriend yak).

Terus saya tengok suami saya, yang sama sekali bukan seorang penulis.
Oh, btw, golongan darahnya B. Wkwkwk, apa cobaa...

Suami saya ini tipe yang praktek dulu, teori belakangan. Jadi misal kita beli peralatan elektronik, kalau saya pasti baca buku manualnya dulu, nah dia ini langsung ngoprek peralatannya.
Hahaha, kok kami bisa nyambung yak.

Dan setelah lumayan lama menikah dengan dia, saya jadi agak kebawa sifatnya yang 'terjun langsung'.
Sekarang saya nggak terlalu memikirkan teori kepenulisan ini itu, atau sana sini.
Nulis aja dulu kali, batin saya.
Kekeke.



Nanti pas editing baru deh....keringat dingin ngedit habis-habisan, hihihi, eh, tapi kan naskahnya kelar, yeee :p
Ini saya terapkan ke naskah novel saya yang teronggok bertahun-tahun.
Dan...selesai!!
Alhamdulillah.

Tapi seperti yang saya bilang tadi, saya edit habis-habisan (dan belum kelar ngeditnya), wkwkwk, tapi saya agak lega, karena berarti naskah saya sudah punya cerita awal, tengah, dan akhir! Yeaaaaay!

Moral of the story....
Memang ada?
*getok pake panci*

Teori menulis itu ada banyaaaaaak banget di luar sana. Tapi yang terbaik adalah teori yang didapat dari pengalaman kita sendiri.

Start Writing!



4 komentar:

  1. Terdaftar. Terima kasih sudah berpartisipasi ^^

    Hihihi...Lucu juga pake dikaitkan ama golongan darah :D
    Berarti kesimpulannya, harus fokus ya mbak. Kalo digeradak semua malah gak kelar-kelar. :D:D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yeaay, mak hilda udah mampir :D *kedipin siapa tahu nambah poin giveaway*

      Hehe,pas kemarin kepikiran tentang golongan darah juga,mak :)

      Iya mak,dan harus menulis, itu syaratnya,hehe, kalau cuma diliatin doang sih naskah saya nggak kelar-kelar :))

      Hapus

Hai, terima kasih sudah mampir :) semoga postingan ini bermanfaat untuk kamu. Terima kasih sudah meluangkan waktu berkomentar :)
Mohon maaf, komentar dengan link hidup akan saya hapus.