24 Mei 2012
Jam 9 pagi lebih, Rakha lahir. Kelahiran yang terlalu maju dari jadwal yang kami perkirakan.
Rakha lahir prematur dengan BB 2100 gram. Tentu saja saya bahagia ia lahir selamat, tapi juga sekaligus was-was karena Rakha langsung masuk inkubator, bahkan disarankan pindah ke Rumah Sakit lain dengan fasilitas NICU.
Rakha lahir prematur dengan BB 2100 gram. Tentu saja saya bahagia ia lahir selamat, tapi juga sekaligus was-was karena Rakha langsung masuk inkubator, bahkan disarankan pindah ke Rumah Sakit lain dengan fasilitas NICU.
Terbesit pikiran buruk serta rasa bersalah. Apakah saya pernah salah makan saat hamil? Apakah karena saya terlau banyak pikiran karena ini anak pertama? Ataukah karena...?
Aah...Astaghfirullah...rasa bersalah yang tiada ujungnya itu begitu membebani hati dan pikiran, membuat saya demikian stress dan murung.
Saat saya demikian terpuruknya, suami dan ibu bergantian mendampingi, mendukung, menasihati dan membantu hingga pikiran tersebut agak terlupakan.
Ruang Seruni RS Harapan Kita |
Perjalanan menuju RS Harapan Kita setiap hari, serta lokasi ruang NICU yang mengharuskan saya berjalan jauh (padahal jahitan caesar masih membuat saya sulit bergerak) tak mengurungkan niat untuk menemui Rakha.
Dan tetap, bahkan saat saya menggendong tubuh mungilnya, rasa bersalah itu masih terbesit dalam hati.
Lalu saya melihat bayi-bayi lainnya yang berada seruangan dengan Rakha, bayi-bayi itu banyak yang lebih mungil darinya, bahkan ada yang berat badannya 1000 gram.
Dan tetap, bahkan saat saya menggendong tubuh mungilnya, rasa bersalah itu masih terbesit dalam hati.
Lalu saya melihat bayi-bayi lainnya yang berada seruangan dengan Rakha, bayi-bayi itu banyak yang lebih mungil darinya, bahkan ada yang berat badannya 1000 gram.
Rasa sesak kembali meresap di dada saya, bayi-bayi ini, semunya sedang berusaha bertahan hidup. Tidak ada ruang untuk rasa bersalah maupun penyesalan.
Setiap langkah saya ke ruangan tersebut , setiap genggaman ibu yang menemani saya selama sekitar dua minggu, telah membantu menguatkan saya dan mendamaikan perang batin tiada ujung.
Setiap langkah saya ke ruangan tersebut , setiap genggaman ibu yang menemani saya selama sekitar dua minggu, telah membantu menguatkan saya dan mendamaikan perang batin tiada ujung.
Jika Allah SWT meletakkan saya di posisi ini, pasti ada sesuatu untuk saya pelajari. RencanaNya begitu besar, otak saya yang demikian kecil ini, pastilah tak mampu memahami keseluruhannya.
Hal ini yang membantu saya kembali mencintai diri sendiri dan menjadi individu yang lebih baik.
29 Januari 2015, pukul 00.04,
Teringat kembali saat memandangi wajah pulas Rakha yang tertidur.
Postingan ini diikutsertakan dalam GA echaimutenan
selamat ya mbak, bayinya sehat meski harus nginep di inkubator dulu. kalo anak sakit, ibunya biasanya ikut sakit. namanya juga ibu ya mbak.
BalasHapusTerimakasih ya, damarojat :)
HapusIya betul, saat itu saya juga jadi ikutan merasa sakit.. Alhamdulillah sudah sehat sekarang :)